LONDON/NEW YORK/GENEVA – Dihadapkan pada krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, para pengambil kebijakan di negara-negara kaya telah menerapkan pendekatan “apa pun yang diperlukan” untuk menyelamatkan perekonomian mereka dari kehancuran. Tapi, ketika dihadapkan dengan krisis yang lebih buruk di negara-negara lain, para pengambil kebijakan tersebut mendukung apa yang dikatakan pemerintahan Presiden AS Herbert Hoover pada permulaan Depresi Besar, bahwa intinya tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Hasil dari hal itu adalah paket penyelamatan senilai triliunan dolar bagi negara-negara maju dan yang lain hanya mendapatkan remah-remah saja.
Yang tragis bukan hanya dampak ekonomi dari pembatasan sosial yang kemungkinan besar akan lebih buruk di negara-negara emerging. Tapi juga langkah-langkah penyelamatan di negara-negara kaya akan menyebabkan negara-negara miskin lebih sulit melawan pandemi ini.
Negara-negara dengan kapasitas peminjaman yang memadai, seperti AS, bisa mendapatkan pinjaman dalam jumlah besar dengan suku bunga yang sangat rendah. Tapi dana tersebut datang dari investor negara-negara emerging market yang mencari selamat dan investor AS yang melikuidasi harta asing mereka. Dengan kata lain, beberapa pendanaan yang didapatkan oleh AS dan negara-negara maju berasal dari negara-negara emerging market yang mempunyai kebutuhan keuangan yang lebih mendesak.
To continue reading, register now.
Subscribe now for unlimited access to everything PS has to offer.
By declining to include funding for Ukraine as part of the recent deal to avert a government shutdown, the US Congress sent a signal of encouragement to Russian President Vladimir Putin. That makes tightening the price cap on Russian oil exports all the more important.
propose three steps to prevent the rise in world prices from benefiting the Kremlin's war effort.
While China was an early mover in regulating generative AI, it is also highly supportive of the technology and the companies developing it. Chinese AI firms might even have a competitive advantage over their American and European counterparts, which are facing strong regulatory headwinds and proliferating legal challenges.
thinks the rules governing generative artificial intelligence give domestic firms a competitive advantage.
LONDON/NEW YORK/GENEVA – Dihadapkan pada krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, para pengambil kebijakan di negara-negara kaya telah menerapkan pendekatan “apa pun yang diperlukan” untuk menyelamatkan perekonomian mereka dari kehancuran. Tapi, ketika dihadapkan dengan krisis yang lebih buruk di negara-negara lain, para pengambil kebijakan tersebut mendukung apa yang dikatakan pemerintahan Presiden AS Herbert Hoover pada permulaan Depresi Besar, bahwa intinya tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Hasil dari hal itu adalah paket penyelamatan senilai triliunan dolar bagi negara-negara maju dan yang lain hanya mendapatkan remah-remah saja.
Yang tragis bukan hanya dampak ekonomi dari pembatasan sosial yang kemungkinan besar akan lebih buruk di negara-negara emerging. Tapi juga langkah-langkah penyelamatan di negara-negara kaya akan menyebabkan negara-negara miskin lebih sulit melawan pandemi ini.
Negara-negara dengan kapasitas peminjaman yang memadai, seperti AS, bisa mendapatkan pinjaman dalam jumlah besar dengan suku bunga yang sangat rendah. Tapi dana tersebut datang dari investor negara-negara emerging market yang mencari selamat dan investor AS yang melikuidasi harta asing mereka. Dengan kata lain, beberapa pendanaan yang didapatkan oleh AS dan negara-negara maju berasal dari negara-negara emerging market yang mempunyai kebutuhan keuangan yang lebih mendesak.
To continue reading, register now.
Subscribe now for unlimited access to everything PS has to offer.
Subscribe
As a registered user, you can enjoy more PS content every month – for free.
Register
Already have an account? Log in