LONDON – Kesalahpahaman umum di kalangan pengamat tren digital adalah konsumen di negara-negara berkembang tidak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi. Baik memiliki ponsel pintar teranyar atau “mempekerjakan” robot pembersih, kemampuan untuk mengakses inovasi merupakan perbedaan yang paling mencolok antara negara kaya dan miskin.
Kesenjangan ini menjadi lebih nyata sejak munculnya kecerdasan buatan (AI). Misalnya, sebagian besar asisten pribadi “pengeras suara pintar”, seperti Alexa dari Amazon, dikirim ke negara-negara kaya. Pada tahun 2017, lebih dari 80% pengiriman pengeras suara pintar di tingkat global adalah ke Amerika Utara.
Meskipun teknologi dapat memperdalam kesenjangan global, teknologi juga mempunyai potensi untuk memitigasinya. Hal ini karena AI dapat berperan lebih dari sekedar perangkat elektronik; hal ini juga dapat merevolusi penerapan layanan kesehatan, bantuan bencana, keuangan, logistik, pendidikan, dan layanan bisnis di negara-negara Selatan.
Inovasi seperti di atas membawa kita lebih dekat mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB yang berhubungan dengan pemberantasan kemiskinan, mengakhiri kesenjangan layanan kesehatan, meningkatkan akses ke sekolah, dan melawan pemanasan global. Dan kita baru mulai mengeksplorasi manfaat AI terhadap kemajuan manusia. Untuk memanfaatkan seluruh kemampuan AI untuk memajukan pembangunan, kita harus mencari cara baru untuk menerapkannya.
Misalnya, dengan dukungan yang tepat, langit di negara berkembang dapat dipenuhi dengan drone yang mengantarkan pasokan medis ke rumah sakit di daerah terpencil. Hal ini telah terjadi di wilayah pedesaan Rwanda, dengan adanya kemitraan unik antara Kementerian Kesehatan dan Zipline, sebuah perusahaan startup teknologi yang berbasis di Silicon Valley, yang memberikan dokter di klinik yang sulit dijangkau kemampuan untuk memesan darah dengan menggunakan pesan teks, dan darah yang dipesan akan diantar dengan menggunakan parasut dalam hitungan menit. Sejak program ini diluncurkan pada bulan Oktober 2016, waktu pengiriman telah berkurang sebesar 20%, dan ratusan nyawa berhasil diselamatkan.
Access every new PS commentary, our entire On Point suite of subscriber-exclusive content – including Longer Reads, Insider Interviews, Big Picture/Big Question, and Say More – and the full PS archive.
Subscribe Now
Meskipun inovasi AI seperti ini sangat mengesankan, kita tidak dapat mengabaikannya. Kecuali kita menghadapi ketakutan yang salah sasaran dan banyak dipublikasikan bahwa gangguan yang disebabkan oleh AI akan lebih buruk dibandingkan manfaatnya, maka kemajuan luar biasa yang dicapai oleh perusahaan teknologi di negara-negara Selatan akan menjadi lebih lambat.
Terdapat sejumlah langkah yang dapat diambil untuk menghindari hal di atas. Sebagai permulaan, program seperti kampanye “AI untuk Kebaikan” dari PBB, yang bertujuan untuk menciptakan dialog mengenai manfaat dari teknologi terhadap pekerjaan kemanusiaan, harus menerima dukungan penuh dari para pembuat kebijakan. Kami yang terlibat dalam pengembangan teknologi juga harus terus mengidentifikasi proyek, inisiatif, wadah pemikir, dan organisasi yang akan menerima manfaat dari kerja sama dengan perusahaan AI – seperti Zipline di Rwanda.
Namun, yang paling penting, diskusi mengenai pengembangan AI untuk tujuan kemanusiaan tidak dapat dilakukan hanya dengan melibatkan organisasi pemberi bantuan, badan amal, dan pemerintah. Investor teknologi juga harus dilibatkan.
Sudah terlalu lama para pengusaha teknologi fokus dalam memecahkan masalah di negara-negara Utara, dan mengabaikan permasalahan yang secara tradisional berkaitan dengan negara-negara berkembang. Namun teknologi seluler kini membuka peluang baru, dan kini hal tersebut masuk akal secara kemanusiaan dan bisnis untuk menargetkan solusi AI di luar negara-negara Barat.
Inilah alasan saya mendirikan Rewired, yang merupakan perusahaan investasi senilai $100 juta yang mendukung perusahaan AI embrionik dan robotik dalam mengatasi permasalahan sosial yang penting. Rewired bekerja sama dengan perusahaan yang berada di lini depan machine perception – yaitu kemampuan robot untuk memahami dan menafsirkan dunia. Kami telah berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk meniru indra penciuman manusia, untuk mengembangkan prostetik yang terjangkau dan luwes, dan untuk menciptakan mesin yang dapat dibawa yang dirancang untuk meningkatkan proses manufaktur.
Tujuan kami adalah untuk mendanai teknologi yang berpotensi untuk meningkatkan kualitas hidup di semua negara di dunia. Dan saya percaya bahwa hal ini akan menjadi karakteristik pemersatu AI. Mesin yang kita ciptakan saat ini tidak hanya akan memberikan keuntungan finansial; namun mereka juga akan membawa kita lebih dekat terhadap pemecahan beberapa tantangan terbesar di dunia.
To have unlimited access to our content including in-depth commentaries, book reviews, exclusive interviews, PS OnPoint and PS The Big Picture, please subscribe
Although Tesla appears to be wildly overvalued compared to rival automakers, its shareholders are betting that they can sell their holdings to a greater fool in the near future, and Elon Musk is eagerly indulging their speculative exuberance. None of it bodes well for company’s workers, suppliers, and other customers.
worries that the first mover in electric vehicles is increasingly running on bucket-shop hype.
While scandals, culture wars, and threats to democracy dominate the headlines, the biggest issues in this super election year ultimately concern economic policies. After all, the rise of anti-democratic populist authoritarianism is itself the legacy of a misbegotten economic ideology.
considers what 40 years of anti-government, low-tax, deregulatory advocacy have wrought around the world.
LONDON – Kesalahpahaman umum di kalangan pengamat tren digital adalah konsumen di negara-negara berkembang tidak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi. Baik memiliki ponsel pintar teranyar atau “mempekerjakan” robot pembersih, kemampuan untuk mengakses inovasi merupakan perbedaan yang paling mencolok antara negara kaya dan miskin.
Kesenjangan ini menjadi lebih nyata sejak munculnya kecerdasan buatan (AI). Misalnya, sebagian besar asisten pribadi “pengeras suara pintar”, seperti Alexa dari Amazon, dikirim ke negara-negara kaya. Pada tahun 2017, lebih dari 80% pengiriman pengeras suara pintar di tingkat global adalah ke Amerika Utara.
Meskipun teknologi dapat memperdalam kesenjangan global, teknologi juga mempunyai potensi untuk memitigasinya. Hal ini karena AI dapat berperan lebih dari sekedar perangkat elektronik; hal ini juga dapat merevolusi penerapan layanan kesehatan, bantuan bencana, keuangan, logistik, pendidikan, dan layanan bisnis di negara-negara Selatan.
Di seluruh dunia, AI telah mentransformasi negara-negara berkembang. Di Nepal, pemelajaran mesin memetakan dan menganalisis kebutuhan rekonstruksi pasca gempa bumi. Di Afrika, tutor AI membantu siswa usia muda untuk mengejar ketinggalan pelajaran. Badan bantuan kemanusiaan menggunakan analisa mahadata (big data) untuk mengoptimalkan pengiriman pasokan untuk pengungsi yang mengungsi dari konflik dan bencana lainnya. Dan di negara saya, India, para petani di desa menggunakan aplikasi AI untuk meningkatkan hasil panen dan meningkatkan keuntungan.
Inovasi seperti di atas membawa kita lebih dekat mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB yang berhubungan dengan pemberantasan kemiskinan, mengakhiri kesenjangan layanan kesehatan, meningkatkan akses ke sekolah, dan melawan pemanasan global. Dan kita baru mulai mengeksplorasi manfaat AI terhadap kemajuan manusia. Untuk memanfaatkan seluruh kemampuan AI untuk memajukan pembangunan, kita harus mencari cara baru untuk menerapkannya.
Misalnya, dengan dukungan yang tepat, langit di negara berkembang dapat dipenuhi dengan drone yang mengantarkan pasokan medis ke rumah sakit di daerah terpencil. Hal ini telah terjadi di wilayah pedesaan Rwanda, dengan adanya kemitraan unik antara Kementerian Kesehatan dan Zipline, sebuah perusahaan startup teknologi yang berbasis di Silicon Valley, yang memberikan dokter di klinik yang sulit dijangkau kemampuan untuk memesan darah dengan menggunakan pesan teks, dan darah yang dipesan akan diantar dengan menggunakan parasut dalam hitungan menit. Sejak program ini diluncurkan pada bulan Oktober 2016, waktu pengiriman telah berkurang sebesar 20%, dan ratusan nyawa berhasil diselamatkan.
Subscribe to PS Digital
Access every new PS commentary, our entire On Point suite of subscriber-exclusive content – including Longer Reads, Insider Interviews, Big Picture/Big Question, and Say More – and the full PS archive.
Subscribe Now
Meskipun inovasi AI seperti ini sangat mengesankan, kita tidak dapat mengabaikannya. Kecuali kita menghadapi ketakutan yang salah sasaran dan banyak dipublikasikan bahwa gangguan yang disebabkan oleh AI akan lebih buruk dibandingkan manfaatnya, maka kemajuan luar biasa yang dicapai oleh perusahaan teknologi di negara-negara Selatan akan menjadi lebih lambat.
Terdapat sejumlah langkah yang dapat diambil untuk menghindari hal di atas. Sebagai permulaan, program seperti kampanye “AI untuk Kebaikan” dari PBB, yang bertujuan untuk menciptakan dialog mengenai manfaat dari teknologi terhadap pekerjaan kemanusiaan, harus menerima dukungan penuh dari para pembuat kebijakan. Kami yang terlibat dalam pengembangan teknologi juga harus terus mengidentifikasi proyek, inisiatif, wadah pemikir, dan organisasi yang akan menerima manfaat dari kerja sama dengan perusahaan AI – seperti Zipline di Rwanda.
Namun, yang paling penting, diskusi mengenai pengembangan AI untuk tujuan kemanusiaan tidak dapat dilakukan hanya dengan melibatkan organisasi pemberi bantuan, badan amal, dan pemerintah. Investor teknologi juga harus dilibatkan.
Sudah terlalu lama para pengusaha teknologi fokus dalam memecahkan masalah di negara-negara Utara, dan mengabaikan permasalahan yang secara tradisional berkaitan dengan negara-negara berkembang. Namun teknologi seluler kini membuka peluang baru, dan kini hal tersebut masuk akal secara kemanusiaan dan bisnis untuk menargetkan solusi AI di luar negara-negara Barat.
Inilah alasan saya mendirikan Rewired, yang merupakan perusahaan investasi senilai $100 juta yang mendukung perusahaan AI embrionik dan robotik dalam mengatasi permasalahan sosial yang penting. Rewired bekerja sama dengan perusahaan yang berada di lini depan machine perception – yaitu kemampuan robot untuk memahami dan menafsirkan dunia. Kami telah berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk meniru indra penciuman manusia, untuk mengembangkan prostetik yang terjangkau dan luwes, dan untuk menciptakan mesin yang dapat dibawa yang dirancang untuk meningkatkan proses manufaktur.
Tujuan kami adalah untuk mendanai teknologi yang berpotensi untuk meningkatkan kualitas hidup di semua negara di dunia. Dan saya percaya bahwa hal ini akan menjadi karakteristik pemersatu AI. Mesin yang kita ciptakan saat ini tidak hanya akan memberikan keuntungan finansial; namun mereka juga akan membawa kita lebih dekat terhadap pemecahan beberapa tantangan terbesar di dunia.