evans70_simon2579_getty images_china australia simon2579/Getty Images

Masalah Australia mengenai Tiongkok

MELBOURNE – Masalah Australia mengenai Tiongkok – hubungan resmi yang macet dan banyak ekspor yang tersandera – mendapatkan perhatian dunia. Banyak pihak di dunia, mengingat jelasnya bukti kerusakan ekonomi yang diakibatkan oleh kemarahan Tiongkok, dan berbagai masalah yang bisa ditimbulkan oleh “diplomasi prajurit serigala,” berusaha memahami apa yang menyebabkan jatuhnya Australia ke dalam jurang masalah ini, dan apakah Australia bisa keluar dari jurang masalah ini secara terhormat.

Apa yang menyebabkan kerusakan yang begitu parah pada hubungan Australia dan Tiongkok? Jawaban pendeknya adalah bahwa, walaupun eskalasi terbaru disebabkan oleh Tiongkok, selama beberapa tahun ini Australia tidak memperhatikan pentingnya baik untuk bersahabat dengan Tiongkok dan tegas terhadapnya. Geoff Raby, mantan duta besar Australia untuk Tiongkok, berargumen bahwa Australia sudah gagal menemukan jalan tengah antara sikap ramah dan sikap tegas. Atau, seperti kata-kata bijaksana pemimpin partai buruh tahun 1930an Jimmy Maxton: “Jika Anda tidak bisa mengendarai dua kuda secara bersamaan, Anda jangan ikut main sirkus.”

Ketergantungan perekonomian Australia pada Tiongkok – pasar bagi lebih dari sepertiga ekspor Australia, jauh lebih tinggi daripada Amerika Serikat (AS) atau negara Eropa mana pun – memaksa Australia bersahabat dengan negara tetangga yang lebih besar tersebut. Berpikir bahwa Australia bisa menemukan pasar lain sebesar Tiongkok dalam waktu dekat, atau kapan pun, adalah impian yang terlalu tinggi.

Tapi, sebagai negara berdaulat yang bermartabat dan berkomitmen pada tatanan dunia internasional yang berdasarkan atas sopan santun dan peraturan, Australia tidak mau mengalah saat berhadapan dengan perilaku Tiongkok. Perilaku yang dimaksud adalah pembangkangannya pada hukum internasional di Laut Cina Selatan, pelanggaran HAM berat dalam negeri di Xinjiang (dan juga kewajiban perjanjian, sehubungan dengan Hong Kong), kebijakan perdagangan dan industri yang diskriminatif dan terlalu protektif, serangan siber berkala, dan langkah-langkah tidak sah untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah Australia. Dan yang paling baru dan paling luar biasa, juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok Zhao Lijian membuat cuitan berisi gambar palsu prajurit Australia membunuh anak Afghanistan.                                 

Sehubungan dengan masalah-masalah ini, pertanyaan yang harus diajukan bukanlah apakah Australia harus melawan Tiongkok, tapi bagaimana caranya. Sayangnya, respons terbaru Australia terhadap perilaku resmi Tiongkok sudah membuat Australia sangat rentan – lebih rentan daripada kekuatan regional lain seperti Jepang, yang juga harus berhati-hati menyeimbangkan respons mereka terhadap Tiongkok.     

Salah satu kesalahan yang dilakukan adalah apa yang disebut oleh negarawan Perancis Talleyrand “semangat yang berlebihan” – yang terlihat dalam bahasa yang keras dan kurang peka yang dikeluarkan Perdana Menteri saat itu, Malcolm Turnbull, saat menerbitkan legislasi yang menyasar pengaruh Tiongkok yang tidak sah pada tahun 2017. Juga ada terlalu banyak perilaku berlebihan, seperti penggeledahan polisi dan petugas keamanan pada rumah-rumah jurnalis Tiongkok yang tinggal di Australia pada bulan Juni 2020. Dan juga ada terlalu banyak serangan yang membuat tersinggung yang dilakukan oleh anggota-anggota parlemen yang menyebut diri mereka sebagai “Wolverines,” yang sudah meniru retorika anti-komunis Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan cenderung menjelek-jelekkan masyarakat Australia keturunan Tiongkok yang sangat berharga.

HOLIDAY SALE: PS for less than $0.7 per week
PS_Sales_Holiday2024_1333x1000

HOLIDAY SALE: PS for less than $0.7 per week

At a time when democracy is under threat, there is an urgent need for incisive, informed analysis of the issues and questions driving the news – just what PS has always provided. Subscribe now and save $50 on a new subscription.

Subscribe Now

Selain itu, Australia juga tidak mempertimbangkan secara utuh risiko-risiko melakukan tindakan yang bukan hanya membuat sebal tapi juga merugikan Tiongkok, seperti yang sudah Australia lakukan tidak hanya dengan bergabung tapi juga memimpin usaha-usaha internasional untuk menghalangi perusahaan telekomunikasi Huawei dan menerbitkan peraturan pembatasan investasi dan pengaruh asing. Untuk negara yang berukuran sedang, berkemampuan sedang, dan sangat rentan secara ekonomi, kehati-hatian lebih baik daripada keberanian. Tiongkok membutuhkan bijih besi Australia, tapi bisa tetap hidup nyaman tanpa batu bara, anggur, makanan, serta tujuan belajar dan wisata Australia.

Selain itu, banyak sikap terbaru Australia – terutama dalam langkah Australia yang kurang persiapan operasional dan diplomatis dalam mempertanyakan respons COVID-19 Tiongkok – membuat kesan bahwa Australia adalah “wakil” dari AS. Hal ini sudah membuat Australia – sasaran yang jauh lebih empuk daripada AS – terpapar serangan balasan Tiongkok yang lebih besar.

Analisis masalah ini menunjukkan apa yang menjadi solusinya, baik bagi Australia, dan negara lain yang mungkin juga menjadi sasaran Tiongkok. Keluar dari jurang masalah ini tidak akan cepat atau mudah, tapi hal ini bisa dilakukan, dengan mengikuti lima panduan berikut.       

Pertama dan yang utama, para pemimpin Australia harus menghentikan tindakan yang bisa memperparah masalah dan menambah daftar masalah Tiongkok. Hal ini bukan berarti mundur dari masalah-masalah seperti Laut Cina Selatan, Xinjiang, Hong Kong, dan Taiwan. Hal ini juga tidak berarti membatasi komentar pers yang tidak ramah Tiongkok (walaupun media diharapkan lebih berhati-hati). Hal ini berarti berpikir dengan hati-hati mengenai apakah bijaksana jika Australia menerbitkan legislasi yang menghambat investasi dan kemitraan universitas dan pemerintah negara bagian dengan Tiongkok.

Kedua, Australia harus mengatur bahasa resminya, seperti yang sudah dilakukan, walaupun terlambat, oleh Perdana Menteri Scott Morrison dan beberapa menteri seniornya. Hal ini harus mencakup penekanan pada sisi positif dari hubungan Australia-Tiongkok, dan mengingat bahwa, dalam diplomasi, kata-kata adalah peluru – walaupun jika kritik Australia terhadap perilaku Tiongkok itu benar.

Ketiga, citra independensi itu penting. Para pemimpin Australia harus menyatakan dengan jelas bahwa semua sikap negatif Australia pada Tiongkok itu mencerminkan penilaian negara Australia sendiri dan tidak dipandu oleh para tuan imperialis di Washington, DC.

Keempat, Australia harus mengakui legitimasi dan kenyataan dari beberapa keinginan internasional Tiongkok. Hal ini berarti tidak terprovokasi secara berlebihan pada keinginan Tiongkok atas ruang strategis, kemampuan militer menjaga jalur-jalur ekonominya, dan tingkat pengaruh pengambilan kebijakan global yang sesuai dengan kekuatan barunya. Kita juga harus menerima bahwa beberapa kekhawatiran komersial Tiongkok mungkin beralasan. Banyak pengamat yang obyektif menilai bahwa Australia sudah melakukan pengaduan anti-dumping terhadap Tiongkok secara berlebihan, yang sudah jauh melebihi pengaduan yang dilakukan Tiongkok terhadap Australia.

Yang terakhir, Australia harus bekerja keras menentukan masalah-masalah yang juga dihadapi bersama oleh Tiongkok. Australia harus menggunakan reputasinya yang masih tersisa sebagai warga internasional yang baik dan berkomitmen pada solusi multilateral yang efektif terhadap maslah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan global maupun regional, dan juga keinginan Tiongkok (walaupun tidak dibuktikan akhir-akhir ini) untuk menunjukkan soft power. Dalam masalah-masalah seperti perubahan iklim, pemeliharaan perdamaian, perlawanan terhadap terorisme, pengawasan nuklir dan senjata lain, dan – untuk sebagian besar – respons terhadap pandemi, Tiongkok sudah memainkan peran yang lebih menunjukkan ketertarikan, membangun, dan mungkin kooperatif daripada yang diperkirakan sebelumnya.                            

Setelah orang-orang dewasa – walaupun berpikiran keras – kembali menguasai Washington dalam pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden, ketegangan AS-Tiongkok kemungkinan akan mereda. Dan jika, secara bersamaan, para pemimpin Australia tetap sabar dan bersikap lebih dewasa dari biasanya pada masa pemerintahan ini, maka kita bisa berharap bahwa hubungan Australia-Tiongkok yang lebih normal dalam jangka waktu setahun ke depan mungkin bisa diraih.                                                                               

https://prosyn.org/wxWO0FKid